kumpulan askep

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penyakit AIDS yang mematikan itu telah berada di tengah-tengah kita setelah sekian tahun lama kita seolah-olah kebal dari ancaman penyebarannya untuk dapat mempersiapkan diri kita dalam menangkal dan memperkuat ketahanan keluarga sebagai perisai utama kita, sebaiknya kita memahami sejarah penyakit ini. Perubahan AIDS terjadi begitu cepat dan luas, sehingga sekarang dianut pendapat bahwa tidak ada satu negara pun yang terbebas dari AIDS.

Pertama kali AIDS dilaporkan oleh Center for Disease Control di Amerika Serikat pada sekelompok kaum homoseks di California dan New York City pada tahun 1981. pada saat itu ditemukan adanya sarkoma kaposi dan pneumonia dan beberapa gejala klinis yang tidak biasa. Kemudian gejala penyakit tersebut semakin jelas diketahui sebagai akibat adanya kegagalan sistem immun dan karena itu disebut AIDS.

Teori tentang adanya faktor interaksi sebagai penyebab baru dapat dikonfirmasi pada tahun 1983 dengan dapat diisolasinya virus penyebab AIDS yang sekarang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan tes serologi pertama kali dapat dilakukan pada tahun 1984.

Sejak pengenalan AIDS untuk pertama kalinya di tahun 1981, telah dilaporkan lebih dari 20.000 kasus dari 71 negara maju. Lebih dari 75% kasus-kasus ini dilaporkan pada tahun 1984-1985 dengan mayoritas di tahun 1985.

Penyakit yang dinamakan AIDS ini terdapat pada satu hingga 10% dari orang-orang yang terinfeksi virus yang akhir-akhir ini disebut HTLV-III/ LAV. Virus ini terutama menyerang limfosit yang bertanggung jawab atas bagian dari mekanisme pertahanan tubuh infeksi. Namun, virus tersebut dapat tetap pada keadaan latensi di dalam sel-sel limfe tanpa menimbulkan gejala klinik. Masa tunas sebelum gejala AIDS muncul rata-rata dua sampai tiga tahun dan dapat mencapai 5 tahun.

Di Indonesia sendiri, pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS bulan April 1987. Pemerintah dan masyarakat menyangkal kasus ini karena mereka berpendapat bahwa AIDS tidak mungkin berkembang di Indonesia mengingat masyarakatnya yang pancasialis. Sikap dan tindakan lain yang juga muncul di masyarakat adalah dalam bentuk pengucilan penderita dan keluarganya karena mereka dianggap menodai lingkungan masyarakat.

Respon pemerintah terhadap perkembangan masalah AIDS diawali dengan pembentukan panitia penanggulangan AIDS nasional dan daerah. Dengan semakin berkembangnya masalah AIDS di kawasan ASEAN dan Asia Selatan pada awal decade tahun 90an, muncullah komitmen politis yang baru dari pemerintah Indonesia yang merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap semakin gawatnya perkembangan AIDS di tanah air.

B. TUJUAN

1. Diketahuinya pengetahuan tentang AIDS meliputi: definisi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, pathofisiologi, pathways, komplikasi, prognosi, pencegahan, dan penatalaksanaan.

2. Diketahuinya asuhan keperawatan yang bisa diberikan pada anak yang menderita AIDS.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

AIDS berasal dari kata: acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekeurangan dan syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan bahwa AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang teerinfeksi virus tersebut.

Menurut Center for Disease Control and Prevention, AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.

Karena HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, maka mudah tidaknya seseorang terkena penyakit ini sangat bergantung kepada kondisi immune dari orang yang bersangkutan. Jika sistem kekebalan tubuh rusak, tubuh menjadi rentan terhadap infeksi, akan tetapi sebaliknya orang dengan sistem kekebalan yang baik dapat menangkal penyakit AIDS ini.

Penyakit AIDS kadang kala disebut sebagai “infeksi oportunistik” (Richardson, 2002), karena penyakit ini menyerang dengan cara memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun.

Bahkan, jika HIV tidak mempengaruhi sistem kekebalan tubuh seseorang, virus ini mungkin akan menimbulkan penyakit serius-serius lain. Virus ini akan mempengaruhi dan merusak otak, menimbulkan berbagai efek psikologis termasuk hilangnya ingatan, hambatan-hambatan kepribadian, dan gila.

B. KLASIFIKASI

Centers for Disease Control and Prevention (CDCP) mengklasifikasikan infeksi HIV dengan mengkombinasi kondisi klinis yang ditimbulkan oleh HIV dan jumlah sel CD4+ (Innatavicius dan Workman, 2006), yaitu sebagai berikut:

  1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada usia dewasa atau remaja. Individu dengan kategori klinis ini adalah HIV positif. Penderita mungkin tanpa gejala, tapi dengan limfadenopati generalisata yang persisten ataupun infeksi HIV primer akut dengan sakit yang menyertai atau infeksi HIV yang akut. Apabila jumlah sel CD4+ ≥500/µL dikategorikan A1, dikategorikan A2 jika jumlahnya berkisar antara 200-499/µL, dan A3 bila jumlahnya <200/µL.

  1. Kategori Klinis B

Penderita dikategorikan ke dalam tipe ini adalah yang mengalami satu atau lebih diantara keadaan klinis yang timbul karena infeksi HIV ataupun indikasi penurunan sel immunitas medial serta merupakan komplikasi dari infeksi HIV. Keadaan klinis tersebut seperti: endokarditis bakterial, meningitis, pneumonia, sepsis; vulvovaginal candidiasis persisten; oropharyngeal candidiasis (thrush); carcinoma; gejala konstitusional seperti demam(38,5˚C), diare selama 1 bulan atau lebih; herpes zoozter; leukoplakial yang berambut; angiomatosis baksilaris; idiophatic thrombocytopenic purpura; listeriosis; infeksi Mycobacterium tuberculosis pulmonal; nocardiosis; penyakit radang pelvic; serta neuropati perifer. Sama halnya dengan yang tipe A, tipe ini juga diklasifikasikan lagi berdasarkan jumlah sel CD4+ menjadi tipe B1, B2, dan B3 dengan nilai yang sama dengan A1, A2, dan A3.

  1. Kategori Klinis C

Seseorang diklasifikasikan dalam tipe C bila mengalami salah satu dari tanda dan gejala atau penyakit berikut: kandidiasis bronchial, trakeal, pulmonal dan esofageal; kanker serviks invasif; extrapulmonary coccidioidomycosis; cryptosporidiosis intestinal kronik; refinitis CMV; herpes simpleks; enselopati berhubungan dengan HIV; extrapulmonary histoplasmosis; isosporiasis intestinal kronik; kaposi’s sarcoma; lymphoma burkit, imunoblastik limfoma primer otak; Mycobacterium tuberculosis ekstrapulmonal; kompleks mykobakterium avuium; pneumonia Pneumocystis carinii; pneumonia rekuren; leukoenselopati multifokal progresif; septikemia salomela yang rekuren ; toxoplasmosis otak; dan wasting syndrome. Pengklasifikasian untuk tipe C ini juga sama dengan pengklasifikasian tipe A dan B, yaitu tipe C1, C2, dan C3.

Sejak 1 Januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indikator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk di dalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

C. ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV, yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus jenis ini dimasukkan ke dalam famili retrovirus (Innatavicius dan Workman, 2006) dan ditularkan oleh darah serta mempunyai avinitas yang kuat terhadap limfosit T. Retrovirus terdiri dari untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripsikan ke dalam DNA pejamu. Proses transkripsi ini berlangsung melalui kerja suatu enzim spesifik yang disebut reverse trancriptase yang dibawa oleh virus ke dalam sel. Setelah menjadi bagian dari DNA penjamu, virus bereplikasi dan bermutasi selama beberapa tahun dan secara perlahan tetapi tetap menghancurkan sistem imun.

D. FAKTOR RISIKO

Apakah seseorang yang terpajan HIV akan terinfeksi bergantung pada beberapa faktor, termasuk ststus imunitas, gizi, dan kesehatan umum individu yang bersangkutan serta jumlah virus yang masuk.

Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV sebagai berikut:

1. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang terkotaminasi.

2. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.

3. Pada pria yang homoseks ataupun biseks, dikarenakan perlukaan dan perdarahan rektum yang terjadi sewaktu melakukan hubungan melalui anus.

4. Pada pasangan yang heteroseks dengan catatan bahwa adanya penyakit kelamin pada salah satu pasangan, sebab hal ini dapat meningkatkan jumlah leukosit di daerah tersebut dan dapat menyebabkan adanya luka kulit terbuka atau iritasi kulit.

5. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV.

6. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.

7. Pekerja seks komersial.

E. MANIFESTASI KLINIK

Pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan.

Manifestasi kliniknya antara lain: berat badan lahir rendah, gangguan tumbuh kembang, limfadenopati umum, sinusitis, infeksi saluran pernafasan atas berulang, parotitis, diare kronik atau kekambuhan, sariawan orofaring, infeksi bakteri dan virus kambuhan.

Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena syarafnya yang manifestasikan klinisnya sebagai enselopati progresif, perkembangan yang terhambat atau hilangnya perkembangan motoris.

Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi yang berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

1. Gejala mayor yang biasanya terjadi pada anak penderita AIDS antara lain:

· Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal.

· Diare kronik lebih dari satu bulan.

· Demam lebih dari satu bulan.

2. Gejala minor meliputi:

· Limfadenopati generalisata.

· Kandidiasis orofaring.

· Infeksi umum yang berulang.

· Batuk persisten.

· Dermatitis generalisata.

· Infeksi HIV pada ibunya.

F. CARA PENULARAN

HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen, cairan vagina, plasenta, cairan amnion, dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak mengandung darah. Air mata, air liur, dan keringat mungkin mengandung virus, tetapi jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi (Corwin, 2001). Cara transmisinya melalui hubungan seks, jarum suntik, transfuse darah, dan dari ibu hamil pada janin.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemerikasaan Laboratorium

a) Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA; tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV ; penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).

b) Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi.

c) Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.

d) Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.

2. Tes Antibodi

a) Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.

b) Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV.

c) Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

d) Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.

3. Pelacakan HIV

Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).

H. PATOFISIOLOGI

Sel T dan makrofag serta sel dendritik/ langerhans (sel immun) adalah sel-sel yang terinfeksi HIV dan terkonsentrasi di kelenjar limfe, limpa, dan sum-sum tulang. HIV menginfeksi sel melalui pengikatan dengan protein perifer CD4 dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen group 120.

Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon immun, maka HIV akan menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon immun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system immun seluler makin lemah secara progresif. Ini diikuti dengan berkurangnya fungsi sel B dan makrofag serta menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel/ ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300/ ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi muncul, jumlah T4 kemudian menurun. Akibat timbulnya penyakit baru, akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya, terjadi infeksi yang parah. Seseorang yang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh di bawah 200 sel/ ml darah, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker, atau dimensia AIDS.

I. PATHWAYS

J. KOMPLIKASI

1. Oral lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, penurunan berat badan, nutrisi, dehidrasi, keletihan dan cacat.

2. Neurologik

· Enselopathi akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemi, ketidakseimbangan elektrolit.

· Infark serebral kornea sifilis meningo vaskuler, hipotensi sistemik dan maranik endocarditis.

· Neuropati karena inflamasi dimielinasi oleh serangan HIV.

3. Gastrointestinal

· Diare, karena bakteri dan virus.

· Hepatitis, karena bakteri dan virus.

· Penyakit anorektal, karena abses dan vistula.

4. Respirasi, infeksi karena pneumocystik, cytomegalovirus, virus influenza.

5. Dermatologik, karena virus.

6. Sensorik, berefek pada kebutaan, otitis media akut.

K. PROGNOSIS

Perjalanan alamiah penyakit AIDS belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor yang memegang peran untuk timbulnya AIDS pada seseorang HIV positif belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan bahwa infeksi HIV yang berulang dan pemajanan terhadap infeksi-infeksi lain, seperti virus herpes simpleks, CMV, dan EBV mengakibatkan progresivitas penyakit. Median survival pasien AIDS adalah antara 1-2 tahun untuk negara maju dan kurang dari satu tahun untuk negara yang sedang berkembang.

L. PENCEGAHAN

1. Penyuluhan kesehatan di sekolah tentang cara menghindari resiko terjadinya infeksi HIV.

2. Menyediakan fasilitas konseling dan testing HIV.

3. Melakukan pemeriksaan tes HIV pada wanita hamil sejak dini untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

4. Darah yang digunakan untuk donor sebaiknya dilakukan uji antibody HIV

5. Sikap hati-hati terhadap penanganan, pemakaian, dan pembuangan jarum suntik, dan alat-alat kesehatan yang bersifat tajam serta bersifat disposable.

6. Merekomendasikan pemberian immunisasi bagi anak-anak yang terinfeksi HIV tanpa gejala dengan vaksin EPI (Expended Programme on Immunization).

M. PENATALAKSANAAN

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu:

1. Pengendalian infeksi oportunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik transcriptase.

3. Terapi antiviral baru

Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.

4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.

5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV.

6. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.

7. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

B. PENGKAJIAN

1. Identitas klien.

2. Riwayat penyakit dahulu dan sekarang.

3. Pemerikasaan fisik (objektif ) dan keluhan (subjektif): aktivitas dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan atau cairan, hygiene, neurosensori, nyeri atau kenyamanan, seksualitas, interaksi soaial, penyuluhan atau pembelajaran.

4. pemeriksaan diagnostik: LAB, anti body, pelacakan HIV.

C. DIAGNOSA PRIORITAS

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan pencernaan.

2. Diare berhubungan dengan proses penyakit.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.

5. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit.

6. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan fisik.

D. NURSING CARE PLAN

I. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan pencernaan.

Kriteria hasil:

· Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.

· Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.

· Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

Intervensi:

· Kaji adanya alergi makanan.

· Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.

· Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

· Anjurkan pasien unutk meningkatkan Fe, protein, dan vitamin C.

· Monitor adanya penurunan berat badan.

· Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan.

· Monitor mual dan muntah.

· Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan.

· Monitor makanan kesukaan anak.

II. Diare berhubungan dengan proses penyakit.

Kriteria hasil:

· Feses berbentuk dan BAB sehari sekali sampai tiga kali.

· Area rectal dan sekitarnya tidak iritasi.

· Pasien tidak mengalami diare.

· Turgor kulit normal.

Intervensi:

· Instruksikan orang tua ataupun anak untuk mencatat warna, jumlah frekuensi, dan konsisitensi dari feses.

· Evaluasi intake makanan yang masuk.

· Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.

· Identifikasi faktor penyebab diare.

· Monitor tanda dan gejala diare.

· Ukur diare atau keluaran BAB.

· Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus.

· Instruksikan orang tua dan anak untuk makan rendah serat, tinggi protein, dan tinggi kalori jika memungkinkan.

III. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.

Kriteria hasil:

· Vital sign berada pada keadaan normal.

· Anak tidak mengalami diare.

Intervensi:

· Monitor vital sign.

· Pertahankan cairan intake dan output yang adekuat.

· Monitor status nutrisi.

· Berikan cairan IV.

· Monitor pemasukan cairan dan makanan dan hitung intake kalori cairan.

IV. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.

Kriteria hasil:

· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, serta mencari bantuan bila nyeri datang).

Intervensi:

· Kaji nyeri, meliputi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor penyebab nyeri.

· Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien.

· Gunakan komunikasi terapeutik untuk menanyakan pengalaman nyeri pasien.

· Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik.

· Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik.

· Ajarkan anak dan orang tua teknik nonfarmakologik untuk mengurangi nyeri.

V. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit.

Kriteria hasil:

· Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik.

· Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan.

Intervensi:

· Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.

· Dorong anak untuk mengucapkan perasaan terhadap keterbatasan.

· Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

· Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

· Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan.

· Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas.

· Monitor pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien.

VI. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan fisik.

Kriteria hasil:

· Keterampilan motorik, sosial, dan ekspresi anak menunjukkan normal.

Intervensi:

· Bangun hubungan kepercayaan dengan anak.

· Identifikasi keterampilan sosial anak yang dapat dilatih.

· Dukung anak untuk memverbalisasikan perasaan, persepsinya tentang sesuatu.

· Fasilitasi integrasi anak dengan teman sebayanya.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penjelasan di atas:

1. Kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV.

2. Infeksi HIV dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu kategori klinis A, B, dan C.

3. Penyebab dari AIDS adalh HIV.

4. Kelompok yang berisiko terinfeksi HIV antara lain: orang yang melakukan transfusi darah dengan penderita AIDS, pekerja seks komersial, homoseks, janin dengan ibu terinfeksi HIV, orang yang menggunakan jarum suntik yang sama dengan penderita AIDS.

5. Gejala klinik AIDS yang terdapat pada anak dibagi menjadi gejala mayor dan minor.

6. Penularan AIDS dilakukan melalui pertukaran cairan tubuh.

7. Pemerikasaan yang dapt dilakuan pada penderita HIV adalah dengan pemeriksaan lab, antibody, dan pelacakan HIV.

8. Komplikasi dari AIDS antara lain oral lesi, gangguan gastrointestinal, neurologik, dermatologik, sensorik, dan respirasi.

9. Pencegahan dan penatalaksanaan untuk AIDS bisa dilakukan dengan cara penyuluhan ataupun pendidikan serta rehabilitasi.

10. Diagnosa keperawatan yang bisa diambil pada penderita AIDS adalah nutrisi kurang dari kebutuhan, defisit cairan, diare, nyeri akut, infeksi, kelelahan, terlambat tumbuh kembang, dan kerusakan menelan.

B. SARAN

AIDS adalah penyakit infeksi ganas yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya. AIDS juga tidak mengenal batas usia. Oleh karena itu mulai sekarang jaga diri dari infeksi virus ini demi masa depan anak cucu kita.

DAFTAR PUSTAKA

M.C. Lachan. 1998. Diagnosis dan Penyakit Kelamin. Jakarta: YEM.

James, Chin. 2006. Pemberantasan Penyakit menular. Jakarta: Informedika.

Muninjaya, Gde. 1999. AIDS di Indonesia. Jakarta: EGC.

Ed, Santosa Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.

Elizabeth. 2001. Patofisisologi. Jakarta: EGC.

Sudoyo, W.A. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Johson, Morion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby.

McCloskey dan Bulechek. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.

Innatavicius &Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thinking for Collaborative Care, Vol.1, Fifth ed. St. Louis Missouri.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

” DHF ”

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ’AISYIYAH YOGYAKARTA

2007/2008

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah, karena kami telah dapat menyusun makalah ini. Makalah ini telah disesuaikan dengan pokok bahasan mata kuliah Asuhan Keperawatan Anak.

Atas terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itub penulis sangat mengharapkan saran dan kritik. Saran dan masukan dari berbagai pihak agar dalam pembuatan makalah berikutnya menjadi sempurna.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan pembaca.

Wassalmualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Februari 2008

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sampai saat ini penyakit DHF masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Angka kesakitan dan kematian DBD di berbagai Negara sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti: status kekebalan dari populasi, kepadatan Vektor dan frekuensi penularan (seringnya terjadi penular Venus Dengue), Prevalensi Serotype Virus Dengue dan keadaan cuaca.

Penderita penyakit DHF jika tidak mendapat perawatan yang memadai dapat mengalami pendarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu semua kasus DHF sesuai dengan criteria WHO harus mendapat perawatan di tempat pelayanan kesehatan ataupun Rumah Sakit. Sebenarnya penyakit DHF dapat dicegah dengan menghindari gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Algopicna. Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan mengupayakan perbaikan lingkungan yaitu melenyapkan tempat bertelur dan beristirahatnya nyamuk, baik secara alami ataupun menggunakan insektisida.

Banyak factor yang mempengaruhi kejadian penyakit DHF antara lain: factor hospes (host), lingkungan (environment) dan factor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Factor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosekonomi, penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai penular penyakit.

B. TUJUAN

1. Mengetahui definisi, epidemologi, patogenesis, klasifikasi, gejala dan tanda, manifestasi klinis, komplikasi, pencegahan dan pengobatan, serta imunisasi DHF pada anak

2. Dapat menerapkan asuhan keperawatan DHF pada pasien anak

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Penyakit deman akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala krisis uatam yaitu: demam yang tinggi, manifestasi pendarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. (Soegeng Soegiyanto, Ilmu Penyakit Anak.Diagnosa dan Penatalaksanaan)

Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (Arthhropodborn Virus) dan dtularkan melalui gigitan nyamuk aedes (aedes albopictus dan aedes aegypti)(Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit).

B. ETIOLOGI

Virus masuk ke dalam tubuh lewat gigitan nyamuk aedes aegypti yang tinggal di dalam rumah atau nyamuk aedes aegypti yang biasa berada di kebun pekarangan rumah. Keduanya bias sama menularkan virus dengue, namun nyamuk aedes aegypti yang paling sering menjadi penularnya.

C. MANIFESTASI

1. Demam yang tinggi mendadak yang berlangsung slama 2-7 hari >39C

2. Pendarahan trauma pada kulit

3. Hepatomegali

4. Anoreksia/ muntah-muntah

5. Nyeri perut, nyeri pada otot dan tulang

6. Sakit kepala

7. Nadi cepat dan lemah (< 20 mmHg)

8. Kulit dingin

9. Anak gelisah

10. Lidah kotor dan susah BAB

D. FAKTOR RESIKO

1. Bermukim di wilayah yang terjangkit DBD

2. Ada tetangga yang terjangkit DBD

3. Sedang musim DBD

4. Tinggal di lingkungan kumuh

5. Gizi buruk

E. KLASIFIKASI

1. Grade I : Kesadaran kompos Mentis, keadaan mum lemah, tanda-tanda

vital dan nadi lemah

2. Grade II : Kesadaran kompos Mentis, kedaan umum lemah ada

pendarahan spontan ptekia, perdarahan gusi dan telinga,serta

nadi lemah

3. Grade III : Kesadaran apatis, somnoken, keadaan umum lemah, nadi

Lemah/ kecil dan tidak teratur serta tensi menurun.

4. Grade IV : kesadaran koma tanda-tanda vital: nadi tak teraba, tensi tidak

Teratur, ekstermitas dingin, berkeringat dan kulit tampak

biru.

F. PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, penderita akan mengalami keluhan dan gejala karena anemia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limpa.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamine, dan serotonin serta aktifasi system kalikrein yang berakibat akstravasi cairan intravaskulan ke ekstravaskular.

Hal ini berakibat berkurangnya volum plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjakan.plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan.pada penderita dengan renjatan berat, volum plasma dapat menurun sampai > 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukanya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga perikonium pleura n perikard yang pada autopsy ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infuse. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastic stelah pemberian plasma yang efektif, sedangkan pada autopsy tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain pada DHF adalah perdaraan hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama.

G. PATHWAY

Aedes Aegypti

Permeabilitas Vaskuler

Toksin

Gangguan Termoregulasi

Kebocoran Plasma ( Vol Plasma)

Anofilaktosis C35 & C50

Set point

Cairan tertimbun dalam rongga serosa

Histamin

Dx Hipertermi

Renjatan hipovolemik

Sinapsis

Asidosis Metabolik

Iritasi sel Pankreas Gaster

Mual Muntah

Nyeri

Kekurangan volume cairan

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai

1. Hb dan PCU meningkat ( ≥ 20% )

2. Trobositopenia (≤ 100.000/ ml )

3. Leucopenia (lingkungan normal atau lekositosis)

4. Lg D dengue positif

5. Hasil pemeriksanaan kimia darah menunjukan : hipoproteinemia, hipokloremia dan hiponatremia

6. Ureum dan pH darah mungkin meningkat

7. Asidosis metabolic : pCO2 < 35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8. SGOT/ SGPT meningkat

I. PENCEGAHAN

Pencegahan umum dan program pemberantasan dari pemerintah. Pencegahan umum dan program dalam memberantas penyakit demam berdarah yang dilakukan oleh pemerintah telah mengalami perbaikan selama hampir 36 tahun. Dekade pertama adalah dengan cara penyemprotan dengan menggunakan alat potabel dan ultra low volume (ULV). Dan dekade kedua dilakuka dengan penyemprotan yang ditambah dengan larvaside atau yang dikenal dengan abate. Secara umum pencegahan dilakukan dengan:

1. .Penyemprotan atau vagging

2. Pemberian bubuk abate pada bak penampungan air

3. PSM (1993) diikuti pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD yang merupakan koordinasi pemberantasan DBD dalam wadah LKMD

4. Pemerintah juga membentuk forum kerjasama linta sektoraldi tiap tingkat administrasi pemerintah (kecamatan, kabupaten, propinsi, dan pusat) yang disebut dengan kelompok kerja oprasional

5. Gunakan pemberantasan sarang nyamuk (GPSN). Pertama kali tanggal 14 april 1998. gerakan tersebut meliputi 3M, yaitu:

§ Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sedikitnya seminggu sekali / menaburkan bubuk abate kedalamnya

§ Menutup rapat-rapat tempat penampungan air

§ Mengukur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan

J. PENATALAKSANAAN

1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

a. Bila penderita hanya mengeluh panas

b. Keinginan minum dan makan masih baik

c. Mengatasi panas tinggi mendadak diberikan otot panas parasetamol 10-15 mg/Kg BB setiap 3-4 jam diulang jika simtom panas masih nyata diatas 38,5ºC.

2. Kasus DBD derajat I dan II

a. Pada hari ke 3, 4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok.

b. Infuse cairan kristaloid, koloidal

c. Banyak minum air buah/ oralit

d. Kebutuhan cairan sebainya diberikan dalam kurun waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi.

3. Kasus DBD derajat III dan IV

a. Larutan garam isotonic (ringer laktat 5 % dektrose dalam larutan ringer laktat atau 5% dektrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/Kg/1 jam.

b. Diberikan bolus 10 ml/ Kg (1 atau 2X)

c. Jika syok berlangsung terus dengan hematoksit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal/ plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam

d. Pemasangan Central venus Pressure dan kateter Urinal.

e. Pada bayi dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal garam faali (5% dekstrose ½ NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan pada bayi di bawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal

f. Infuse dihentikan bila hematokrit sampai 40% dengan tanda vital stabil/ normal

4. Koreksi elektrosit dan kelainan metabolic kadar kalium dalam serum pada kasus yang berat biasanya rendah

5. Obat penenang

a. Chloral hidrat oral/ rectal dosis 12,5-50 mg/kg (jangan lebih 1 jam)

b. Valium 0,3-0,5 mg/kg/BB/kali (bila tidak terjadi gangguan system pernafasan)

c. Lorgactil 1 mg/kg/BB/hari

6. Terapi O2

7. Tranfusi darah

8. Perawatan dirumah

ü Minum yang banyak.

ü Dicatat seberapa banyak minumnya

ü Dicatat kencing jam berapa

ü Nutrisi harus terpenuhi

ü Kalau demam diatas 38C diberi parasetamol

ü Dilarang keras memberikan Salisilat dan ibuprofen.

ü Tiap hari mulai hari ke 3, 4, 5, 6 sebaiknya kontrol dokterdan pemeriksaan darah terutama hematokrit dan trombosit.

K. PROGNOSIS

Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, syock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kemudian terjadi kasus yang berat yaitu waktu muncul komplikasi pada sistem saraf, kardiovaskuler, pernafasan, darah dan organ lain.

L. KOMPLIKASI

Peningkatan jumlah kasus ini mempunyai hubungan dengan manifestasi tidak umum, manifestasi ini termasuk fenomena SSP seperti kejang, spastisitas, perubahan kesadaran dan proses transit. Bentuk kejang halus kadang terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya kejang demam sederhana, karena cairan serebrospinal ditemukan normal dalam kasus ini. Intoksikasi air akibat dari pemberian cairan isotonik berlebihan untuk mengatasi pasien dengan hipoatremia dapat menimbulkan ensefalopati.

Ada beberapa laporan tentang isolasi virus / anti dengue IgM dari cairan serebrospinal. Namun sampai sekarang tidak ada bukti keterlibatan langsung virus dengue dalam kerusakan neural.

Perawatan harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah komplikasi iatrogenik dalam pengobatan DHF. Komplikasi ini termasuk sepsis, pneumonia, infeksi luka, dan dehidrasi berlebihan. Penggunaan jalur intravena terkontaminasi dapat menyebabakan sepsis gram negatif yang disertai dengan demam, syok, dan pendarahan berat, pneumonia dan infeksi lain dapat menyebabkan dan menyulitkan pemulihan. Hidrasi berlebihan dapat menyebabkan GG atau pernafasan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DHF PADA ANAK

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

2. Keluhan utama

Alasan/ keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk dating ke RS adalah panas tinggi dan anak lemah

3. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat-saat demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk, pilek, mual, nyeri telan, muntah anoreksia, nyeri otot, dan persendian.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

5. Riwayat Imunisasi

6. Riwayat gizi

7. Kondisi lingkungan

8. Pola kebiasaan

9. Pemeriksaan fisik meliputi: inspeksi, palposi, aukskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki berdasarkan tingkatan DHF

10. Pemeriksaan system otot

11. Psikosial: cemas terhadap kondisi yang sekarang.

12. Pemeriksaan fisik lainnya

1. Adanya petekia pada kulit menurun dan muncul keringat dingin dan lembab

2. Kuku sianosis

3. Kepada dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami pendarahan (epitaksis) pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Tenggorokan mengalami hyperkimia pharing dan terjadi pendarahan telinga (pada grade II,III,IV)

4. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terhadap adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura)

5. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, perbesaran hati (hepatomegali) dan asites

6. Ektremitas, akral dingin serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.

B. DIAGNOSA PRIORITAS

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (mual, muntah)

2. Hyperthermia berhubungan dengan penyakit

3. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Indera Biologi

C. PERENCANAAN

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (mual, muntah)

NOC : mengontrol pemasukan dan pengeluaran cairan

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Mengontrol berat badan

Mampu mengidentifikasi kbutuhan nutrisi

NIC : – monitor keadaan umum pasien

Observasi tanda-tanda vital

Perhatikan keluhan pasien

Kolaborasi pemasangan infuse dan terapi-terapi cairan intravena

Monitor input dan output cairan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien.

2. Hyperthermia berhubungan dengan penyakit

NOC : Suhu tubuh dalam rentang normal

Nadi dan RR dam rentang normal

Tidak ada perubahan warna kulit

NIC : – observasi tanda-tanda vital

Berikan penjelasan kedada pasien / keluarga untuk mengatasi demam

Jelaskan pentingnya tiras baring

Anjurkan pasien untuk banyak minum

Catat asupan dan keluaran cairan

Kolaborasi pemberian cairan intravena

Kolaborasi pemberian obat

3. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Indera Biologi

NOC : Kontrol nyeri

Klien mengatakan nyeri berkurang

Klien dapat mengekspresikan nyeri secara verbal

NIC : – mengkaji tingkat nyeri

Berikan posisi yang nyaman

Berikan suasana yang gembira

Berikan teknik nonfarmakologi

Kolaborasi pemberian analgetik

Kaji lokasi nyeri

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

DHF adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbavirus (arthropodborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (aedes albopictus dan aedes aegypti).

Manifestasi dari DHF:

1. Demam yang tinggi mendadak yang berlangsung slama 2-7 hari

2. Pendarahan trauma pada kulit

3. Hepatomegali

4. Anoreksia/ muntah-muntah

5. Nyeri perut, nyeri pada otot dan tulang

6. Sakit kepala

7. Nadi cepat dan lemah (< 20 mmHg)

8. Kulit dingin

9. Anak gelisah

10. Lidah kotor dan susah BAB

Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan berbanding kehilangan volume cairan aktif (mual, muntah)

2. Hyperthermia berbanding penyakit

3. Nyeri akut berbanding Agen Indera Biologi

B. SARAN

Dengan Makalah ini semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dari pengetahuan tentang penyakit DHF. Kita sebagai tenaga kesehatan harus mampu dan memahami konsep dan segala sesuatu dan bagaimana kita merawat dan mengobati pasien dengan penderita DHF.

Selain itu kita harus mencegah agar penyakit DHF tidak menyebar atau menjangkit kita dan masyarakat sekitar dengan cara menjaga kebersihan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Wheley, Wong’s.2002.Nursing Infants dan Children. Mosby

Nadesul, Hendrawan.2007.Cara Mudah Mengalahkan DB.Jakarta: Kompas

Soegiyanto,Soegeng.2006.Demam Berdarah Denue.Surabaya:Ailangga University

Press.

Ngastiyah.1999.Perawatan Anak Sakit.Jakarta: EGC

Usnandar dkk.2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan anak.Jakarta.salemba Medika

.1987.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:FKUI

Soegiyanto, Soegeng.2002.Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan

Penatalaksanaan.Jakarta.Salemba Medika

NANDA

NIC

NOC

5 Tanggapan to “kumpulan askep”

  1. thanks askepnya…terus berikan ilmu anda untuk berbagi sesama perawat dan mahasiswa ilmu keperawatan

  2. eza akprop kaltim Says:

    terima kasih, atas lampirannya tentang askepnya soalnya data laporan saya yang kurang lengkap tertutupi kekurangannya dengan tambahan dari askep yang telah di posting….. thanhs

  3. thanks

  4. weh brantas,,wakakaka
    good job man
    sebar ilmu sebar pahala
    ajarin ak yach^^
    atx_psik aisyiyah

  5. ada askep abses anorektal ga mas??
    saya bole download askepnya ya!!!

Tinggalkan komentar